Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Senin, 14 November 2016

Ilusi Negara Islam


Garis besar Buku ini:
Buku ini berisi empat tulisan dari penulis yang berbeda. Pertama, prolog tulisan Syafi’i Ma’arif. Kedua, pengantar editor tulisan Abdurrahman Wahid. Ketiga, tulisan ‘hasil penelitian’. Dan keempat,epilog tulisan KH Mustofa Bisri.

Tulisan Syafi’i Ma’arif:
  1. Judul: Masa Depan Islam di Indonesia
  2. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan pada nasib umat islam di Indonesia. Dari segi jumlah, 88,22%. Dua organisasi besar, yakni NU dan Muhammadiyyah masih mengembangkan sikap ramah, bahkan terhadap orang yang tidak beriman selama masih menghormati perbedaan pandangan.
  3. Bencana terjadi karena adanya sekompok pemeluk agama yang kehilangan daya nalar dan menghakimi semoa orang yang tidak sepaham dengan pemikirannya yang monolitik. Merekalah yang biasa disebut sebagai kaum fundamentalisme
  4. Munculnya fundamentalisme dalam Islam disebabkan karena beberapa hal. Pertama, kegagalan menghadapi modernitas. Kedua, dorongan rasa kesetiakawanan yang menimpa saudara-saudara mereka di Palestina, Irak, Kashmir, dsb. Ketiga, kegagalan negara dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan, korupsi yang merajalela, dsb.
  5. Meskipun disadari Indonesia penuh masalah, namun tidak mungkin diatasi oleh otak-otak sederhana’. Harapan tetap disandarkan kepada Islam yang moderat dan inklusif.
        Tulisan Abdurrahman Wahid:
        1. Judul: Musuh dalam Selimut
        2. Bahwa buku ini diterbitkan oleh LibForAll, sebuah organisasi nonpemerintah yang bertujuan untuk menyebarkan kedamaian, kebebasan, dan toleransi di seluruh dunia. Untuk tujuan tersebut, lebih mengutamakan pendekatan spiritual yang mendorong terjadinya transformasi.
        3. Dalam diri manusia selalu terjadi ketegangan bathiniah antara roh dan hawa nafsu yang berdampak pada aktivitas lahiriyyah dan memicu konflik antarindividu maupun sosial.
        4. Hawa nafsu menyimpan potensi destruktif dan membuat jiwa menjadi resah, gelisah, dan tidak tenang. Mereka yang dapat menguasai hawa nafsu menjadi pribadi yang tenang dan damai (al-nafs al-muthmainnah), seperti para pandhawa. Sedangkan mereka yang dikuasai hawa nafsu menjadi pribadi yang resah dan menjadi biang kegelisahan (al-nafs al-lawâmah), seperti kurawa.
        5. Meskipun selalu terjadi ketegangan, namun di Nusantara selalu dimenangkan oleh pribadi yang tenang. Buktinya, dianutnya prinsip ‘Bhineka Tunggal Ika’ oleh Mpu Tantular. Demikian juga dengan pendirian negara bangsa, prinsip Pancasila, penolakan terhadap formalisasi agama, bisa dimasukkan di dalamnya. Beberapa tokoh dan organisasi yang termasuk di dalamnya adalah NU, HOS Cokroaminoto, Yusuf Hasyim, KH Kahar Muzakir, Soekarno, Hatta, dan tokoh-tokoh nasionalis menggagas dan mempertahankan Pancasila dan NKRI.
        6. Kelompok-kelompok garis keras yang ingin mengubah NKRI menjadi negara agama atau menggantinya menjadi khilafah Islamiyyah bisa dimaksudkan dalam al-nafs al-lawâmah. Gerakantersebut berusaha mengganti tradisi bangsa menjadi tradisi Timur Tengah, terutama Wahabi-Ikhwanul Muslimin
        7. Karena kelompok ini menganggap selainnya kurang islami, bahkan kafir atau murtad, mereka melakukan infiltrasi ke masjid-masjid, lembaga-lembaga pendidikan, instansi-instansipemerintah dan swasta, dan ormas-ormas Islam moderat, terutama NU dan Muhammadiyyah untuk diubah menjadi keras dan kaku.
        8. Beberapa contoh infiltrasi: pada muktamar Muhammadiyyah 2005, agen kelompok gerakan garis keras, termasuk PKS dan HTI mendominasi forum dan berhasil memilih beberapa simpatisan gerakan garis keras menjadi ketua PP Muhammadiyyah. Masjid di desa kecil, Sendang Ayu, direbut oleh PKS yang gemar mengkafirkan orang. Penyusupan di NU dilakukan dengan merebut masjid-masjid milik warga NU. Ini diceritakan oleh Muadz Thahir, ketua PC NU Pati, Jateng. Caranya dengan memasukkan cleaning service, lama kelamaan menguasai masjid. Penyerobotan itu dilakukan PKS dan HTI. Penyusupan juga dilakukan terhadap MUI. Bahkan bisa dibilang, MUI merupakan bungker dari organisasi dan gerakan fundamentalis dan subversif di Indonesia.Ada anggota MUI dari HTI. Akibatnya, MUI mengeluarkan fatwa haramnya paham sekularisme, pluralisme, dan sekularisme; dan vonis sesat terhadap kelompok-kelompok tertentu.
        9. Ormas moderat itu pun berupaya untuk membersihkan organisasi dari infiltrasi itu. Muhammadiyyah mengeluarkan SK yang mencegah partai politik, termasuk PKS, masuk ke dalamnya.Sedangkan PB NU memberikan pernyataan bahwa gerakan transnasional seperti al-Qaedah, Ikhwanul Muslimin (di sini PKS) dan Hizbut Tahrir adalah gerakan berbahaya karena mengancam paham Ahlussunnah wal jama’ah dan berpotensi memecah belah bangsa. NU, melalui Bahtsul Masa’il-nya juga memutuskan bahwa khilafah tidak memiliki rujukan teologis, baik dalam al-Quran maupun Hadits.
        10. Meskipun demikian, upaya itu masih sulit karena infiltrasi itu sudah terlalu jauh. Ini dibuktikan dengan dua membership, Muhammadiyyah dan gerakan garis keras. Bahkan diperkirakan 75 % pemimpin gerakan Islam punya ikatan dengan Muhammadiyyah. NU juga belum sepenuhnya bisa menghentikan penyerobioan itu.
        11. Selain ideologi, gerakan, dan infiltrasi, perlu juga diwaspadai mengenai arus dana wahabi. Di antara yang menikmati dan menjadi penyalur dana itu adalah DDII, LDK, dan PKS. Banyak masjid dibangun dari dana tersebut.
        12. Aliran dana tersebut bersifat tertutup. Berbeda dengan yayasan Barat, seperti Ford Foundation, the Asia Foundation, dan LibForAll Foundation yang mengumumkan secara terbuka dan transparan penyaluran dana tersebut.
        13. Gerakan garis keras itu harus dilawan untuk mengembalikan kemulian dan kehormatan Islam yang telah mereka nodai sekaligus menyelamtakan Pancasila dan NKRI

        Hasil Penelitian’:

        Bab I. Studi Gerakan Transnasioan Islam dan Kaki Tangannya di Indonesia

        1. Strategi utama gerakan transnasional untuk menyebarkan ideologinya adalah membentuk dan mendukung kelompok lokal sebagai penyebar ideologi Wahabi/Salafi.
        2. Di Saudi Arabia, Sudan, Gaza, Afghanistan, dan wilayah Phustun, gerakan tersebut berhasil mendominasi. Sementara di Indonesia sudah ada penolakan. Muhammadiyyah deng SK dan NU dengan keputusan Bahtsul Masa’ailnya.
        3. Menjelaskan subyek penelitian, metode penelitian, daerah yang diteliti, dan tim yang menjadi pelaksananya.
            Bab II. Infiltrasi Ideologi Wahabi Ikhwanul Muslimin di Indonesia
            1. Wahabi muncul di Jazirah Arab dengan memiliki beberapa tabiat buruk Khawarij, seperti memahami Islam secara harfiah dan tertutup, mengkafirkan orang yang pemhaman yang berbeda, dan membunuh siapa pun yang dikafirkan. Pemikiran Wahabi menjadi signifikan karena kekuasaan Ibnu Saud dan penerusnya.
            2. Menceritakan awal mula munculnya Wahabi yang bersumber pada pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab serta perkembangannya.
            3. Sikap Wahabi yang keras, gemar mengkafirkan sesama Muslim bertentangan dengan Islam.
            4. Wahabi tidak hanya ditolak oleh kalangan Muslim, namun juga nonmuslimn di Barat yan menolak dan membci Islam karena aksi-aksi terorisme atas nama Islam.
            5. Gerakan Islam transnasional yang beroperasi di Indonesia adalah: (1) Ikhwanul Muslimin, melalui gerakan Tarbiyyah, kemudian melahirkan PKS; (2) HTI, yang ingin menegakan khilafah Islamiyyah; dan (3) Wahabi yang melakukan wahabisasi. Ketiga gerakan tersebut bahu membahu dalam mencapai tujuan mereka, yakni formalisasi Islam dalam bentuk negara dan aplikasi syariah sebagai hukum positif atau khilafah Islamiyyah.
            6. Hizbut Tahrir didirikan Taqiyuddin an-Nabhani karena kecewa terhadap Ikhwanul Muslimin yang terlalu moderat dan akomodatif terhadap Barat tahun 1952.
            7. Untuk mencapai tujuannya, HT menggunakan tiga tahap. Pertama, pembentukan parpol. Kedua, berinteraksi dengan masyarakat. Target utamanya adalah menyusup ke dalam pemerintahan dan militer untuk melempangkan jalan merebut kekuasaan. Dan ketiga, merebut kekuasaan.
            8. Gerakan transnasioan melakukan tiga kekerasan, yakni: (1) kekerasan doktrinal; (2) kekerasan tradisi dan budaya; dan (3) kekerasan sosiologi.
            9. Faktor yang menjadi daya tarik masuk dalam gerakan Islam transnasional adalah: (1) keuntungan finasial, (2) jargon-jargon yang kelihatan Islami
            10. Untuk mencapai tujuannya, gerakan islam transnasioanl ini menggunakan segala cara, bahkan yang bertentangan dengan ajaran Islam sekalipun (lihat hal 92).
            11. Infiltrasi ideologi Wahabi pertama di Indonesia adalah gerakan Padri.
            12. Infiltrasi gerakan transnasional di era orde baru hingga sekarang: (1) DDI, menjadi penyalur dana, pengiriman pelajar ke Saudi Arabia, pendirian LIPIA. (2) setelah orba tumbang lalu muncullah: FPI, FUI, Laskar Jihad, Jamaah Islamiyyah, MMI, PKS, KPPSI. Dalam kesempatan ini, Ikhwanul Muslimin (PKS) dan HTI menampakkan diri secara terbuka (lihat hal. 97). Gerakan-gerakan itu menyusup, mulai dari istana hingga pegunungan.
            13. Ikhwanul Muslimin dan HTI menggunakan sistem sel, sehingga lebih mudah mengendalikan pengikutnya, reoreintasi, dan cuci otak berdasarkan ideologi gerakan mereka.
            14. Agenda utama kelompok garis keras adalah untuk meraih kekuasaan politik melalui formalisasi agama. Mereka mengklaim, jika islam dijadikan sebagai dasar negara, jika syariah ditetapkan sebagai hukum positif, jika khilafah Islamiyyah ditegakkan, semua masalah akan selesai. Ini adalah utopia (lihat hal. 100). Lebih dari, formalisasi agama justru yang amat berbahayaa bagi kehidupan.
            15. Formalisasi agama anak kandung pembacaan secara harfiah atas teks-teks agama (lihat hal. 104).
            16. Kelompok garis keras telah menyusup ke masjid-masjid, sekolah, pesantren, dsb.
            17. Kelompok garis keras itu harus dihadang. Dua keuntungan sekaligus dapat diperoleh, yakni
            Bab III. Ideologi dan Agenda Gerakan Garis Keras di Indonesia
            1. Ideologi kelompok garis keras adalah totalitarian-sentralistik dan menjadikan agama sebagai sumber referensi teologis (lihat hal. 117). Konesekuansinya, hukum harus mengatur semua kehidupan umat tanpa kecuali, dan negara mengontrol pemahaman dan aplikasinya secara menyeluruh (lihat hal. 119).
            2. Agenda garis keras adalah menjadi wakil Tuhan di bumi (khalîfat Allah fi al-ardl). Padahal yang bisa menjadi khalifah di bumi hanyalah orang keberagamaannya mencapai muhlisun muhsinun, yakni para wali Allah Swt. Lihat hal. 118). Wali Allah menganggap syariah sebagai jalan, bukan tujuan. Karena itu, mereka sangat toleran kepada orang berbeda.
            3. Kebutuhan akan syariah bukan murni karena kebutuhan terhadap tatanan hukum (rule of law) dan kebenaran agama, melainkan kebutuhan penegasan identitas keuntungan politik kelompok garis keras. Beberapa contohnya adalah kasus GAM, DI/TII. Mereka memberontak karena kecewa terhadap pemerintah, bukan karena alasan syariah.
            4. Yang diperjuangkan kelompok garis keras bukanlah syariah Islam, tetapai ‘syariah Islam’ versi Wahabi-Ikhwabul Muslimin.
            5. Pada tahun 2007 sudah lebih dari 10 persen dari daerah di wilayah Indonesia sudah menerapkan perda syariah (lihat hal. 135). Kenyataan ini membuat Indonesia telah bergeser dari negara Pancasila kepada negara Islam (lihat hal. ).
            Bab IV. Infiltrasi Agen-agen Garis Keras terhadap Islam Indonesia
            1. Infiltrasi agen garis keras dilakukan terhadap ormas-ormas di Indonesia
            2. Penyusupan terhadap Muhammadiyyah dilakukan oleh gerakan Tarbiyah, cikal bakal PKS. HTI juga menyusup melalui pada Muktamar Muhammadiyyah.
            3. Penyusupan di NU dilakukan dengan penyerobotan masjid atau musholla milik warga NU. Masdar F. Mas’udi menyatakan bahwa jumlah masjid NU yang disusupi dan diambil alih oleh kelompok-kelompok garis keras yang mengklaim dirinya paling benar itu mencapai ratusan (lihat hal. 191). Selain itu juga organisasi generasi muda NU, pondok pesantren, organisasi majelis taklim di bawah NU.
            Demikian resensi dari buku “Ilusi Negara Islam – Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia” yang saya kutip dari FORISTA.

            FOSTISA adalah Forum yang dibentuk oleh kativis islam kampus di Jakarta sebagai wadah untuk mengkaji, dan menyebarkan ide dan pemikiran islam kepada semua orang khususnya mahasiswa.

            Bagi anda yang tertarik untuk membacanya silahkan download bukunya

             Download buku "Ilusi Negara Islam"

            Tidak ada komentar:

            Posting Komentar

             
            Blogger Templates